“Malam penuh cinta bersama Layla adalah siang,
Hari-hari berlalu begitu cepat kala bersamanya
Bersama Layla, penjara adalah surga Firdausku
Begitupula Api adalah cahaya bagiku”
(Kumandang syair Qais kepada Layla)
Adalah kisah cinta anak manusia yaitu Qais dan Layla atau lebih populer di khalayak dengan judul “Layla dan Majnun”. Sebuah maha karya sastra yang sebenarnya jauh lebih tua dari kisah Romeo dan Juliet (William Shakepear, 1616 M). Kisah Layla dan Majnun ditulis oleh Syaikh Nizami Fanjavi (Sufi asal Persia 1188 M) yang terkenal diseluruh dunia sebagai kisah keabadian cinta yang menginspirasi anak manusia tentang pemaknaan akan sejatinya cinta.
Alkisah, di jazirah Arab ada seorang kepala suku bani Amir yang sangat berkecukupan baik secara materi, kedudukan maupun ketinggian ilmunya. Dia seakan memiliki segalanya kecuali satu hal yaitu anak. Semua usaha sudah dilakukan untuk mendapatkan keturunan mulai dari mendatangi tabib-tabib ternama, memakai obat-obat yang berkualitas sampai pengobatan yang terbaik di negerinya, namun semuanya tidak berhasil. Di suatu saat istrinya menyarankan kepada sang suami untuk melakukan sujud kepada Allah berdua dengan memohon secara tulus agar Allah memberikan anugrah kepadanya seorang anak. Kemudian mereka berdua melakukannya. Mereka pun bersujud kepada Tuhan sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang paling dalam seraya berucap: “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah, izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami, anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami”.
Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak awal, Qais telah memperlihatkan kecerdasan, berfikir secara rasional dan mempunyai kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang, memainkan musik dan menggubah syair.
Singkat cerita, pada waktu ia melaksanakan pendidikannya, Qais bertemu dengan gadis yang sangat rupawan, anggun perangainya dan hitam matanya. Dia bernama Layla ”Malam”, karena hitamnya mata dia laksana pekatnya sebuah malam. Disitu Qais sangat mengagumi Layla sampai akhirnya ia pun jatuh cinta, begitu juga dengan Layla yang sangat mencintai Qais, mereka sering memadu kasih dan menyelami percikan cinta dengan jalan berdua. Ketika keluarga Layla (yang termasuk juga keluarga terhormat) mengetahui hubungan mereka dalam memadu kasih dan menganggap tidak pantas melihat mesranya hubungan Layla dan Qais, karena keluar dari tradisi yang ada, akhirnya mereka pun melarang Layla untuk pergi ke sekolah, mereka tak sanggup lagi menahan beban malu dan menurunkan kehormatan keluarga pada masyarakat sekitar.
Ketika Layla sudah tidak ada lagi di tempatnya belajar, Qais menjadi sangat gelisah dan sedih sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan tidak bosan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Yang keluar dari mulut ia tidak lain adalah Layla, layla dan Layla. Tingkahnya yang aneh karena kerinduan yang sangat terhadap Layla membuat Qais dianggap gila oleh masyarakat di sekitarnya, sehingga ia dijuluki dengan Majnun”Gila”. Gila terhadap sang kekasih Layla, popularitas kegilaannya akhirnya melebihi popularitas namanya sendiri, sehingga jika disebut namanya atau nama ayahnya tidak banyak orang yang tahu, tetapi jika disebut si Gila itu telah berkata sesuatu, maka barulah khalayak mengerti siapa yang dimaksud (Qais).
Dalam buku Tokoh-Tokoh Gila Yang Paling Waras karya Abul Qasim An-Naisaburi, diceritakan oleh Ibnu Kalabi: suatu hari Majnun (Qais) mendatangi kampung Layla, kemudian dia ketemu perempuan yang dekat dengan Layla, selanjutnya Majnun mengadukan apa yang dialaminya, lalu perempuan itu berjanji akan mempertemukan Majnun dengan Layla. Akhirnya janji itu terlaksana dan keduanya bertemu, saat itu Majnun berkata dalam sebuah sya’ir:
“Bila dekat rumah (Layla), aku merasa terbebani, tetapi bila aku jauh darinya aku merasa sedih, sehingga dekat maupun jauh tidak bahagia dan terus meronta.
Bila dia janji, cintaku kian menggebu menantinya, bila tidak janji aku mati menanti janjinya, sehingga jauh maupun dekat aku teringankan.
Namun, belum menyembuhkan apa yang kami rasakan, sungguhpun demikian dekat dengannya lebih baik ketimbang jauh darinya.”
Dalam sebuah kesempatan Majnun pernah ditanya: Apakah engkau mencintai Layla? dia menjawab “Tidak” , mengapa demikian?, dia menjawab: “karena cinta disebabkan oleh pandangan mata dan sungguh karena penyebab itu telah tiada, maka Aku adalah Layla dan Layla adalah Aku”.
Ekspresi kecintaan yang sangat deras kepada Layla menyebabkan dia hanya ingin melihat dan berjumpa dengan Layla kekasihnya bukan ke orang lain, tetapi keadaan dan kondisi tidak memungkinkannya untuk selalu bisa bertemu dengan sang kekasih, karena orang tua Layla memingit dan melarang keluar Layla supaya tidak bertemu dengan si gila itu (Majnun), karena dianggap akan merendahkan kehormatan keluarga. Dalam sebuah kesempatan Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Layla dan ia membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Layla. Sepanjang hari Majnun duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Layla. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Layla serta memberitahunya bahwa ia ada di dekatnya. Ia selalu menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila dengan penuh perasaan yang mendalam.
Diceritakan juga pada waktu ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Layla, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi. Majnun menganggap segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya maka ketika ia mengasihi dan menyayanginya, secara otomatis sama seperti ia mengasihi kekasihnya sendiri yaitu Layla.
Ibnu Al-‘Arabi pernah bersya’ir terkait Layla dan Majnun sebagai berikut:
“Mereka Jauhkan aku dari rumah Layla, Hatiku pun mendampingi penghuni rumah itu.Adakah jalan bagiku dan baginya menuju cintaAndaikan semua air susu membeku untuk dituangkan.Lantaran kasihnya lah, ia kan mencair dan mengalir untukku. ”
Diceritakan, Al-Ashmu’i: ”aku diberitahu bahwa kerabat Qais yang gila itu berkata kepada ayahnya, “carikan seorang dokter, barangkali dia bisa mengetahui penyakit Qais.” Kemudian dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, namun dokter mengalami kesulitan sehingga menyerah dan meninggalkannya, akhirnya Qais pun bersyair:
“Ingat wahai dokter, engkau pengobat badan!
Kasihanilah badan yang ditinggal kekasihnya,
Hanya cinta Layla obat hatiku yang merana, aku penuhi panggilanmu wahai penyeru,
kau panggil aku dengan lemparan batu, niscaya kupenuhi panggilanmu,
Jiwaku takkan meninggalkanmu lantaran penghinaanmu,
Tetapi hanya inilah yang badan mampu menanggungnya.”
Ketika kabar tentang kematian Layla menyebar ke segala penjuru negeri, tak lama kemudian, berita kematian Layla-pun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu, ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Layla. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Layla. Ia berkabung di kuburannya selama beberapa hari. Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya, per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Layla kekasihnya dan akhirnya Majnun pun meninggal dunia dengan tenang di atas pusaran Layla yang kemudian Ia pun ahirnya dikubur disamping makam Layla.
Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir di hadapan Allah. Allah swt menyambut Majnun dengan penuh kasih sayang. Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, “Tidakkah engkau malu memanggil-manggil- Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur Cinta-Ku?”, Sang Sufi pun bangun dari mimpi dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan sangat baik dan penuh kasih oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa, ia pun bertanya-tanya, lantas apa yang terjadi pada Layla yang malang ? Begitu pikiran ini terlintas dalam benaknya, dalam kisah tersebut Allah swt pun mengilhamkan jawaban kepadanya,“Kedudukan Layla jauh lebih tinggi, sebab ia menyembunyikan segenap rahasiaCinta dalam dirinya sendiri.”
Melalui sekelumit cerita Layla dan Majnun ini, semoga bisa memutar kembali kisah klasik yang ada dalam khazanah Islam untuk bisa merefleksikan arti ketulusan cinta dari hati yang terdalam, tentunya dari cerita ini juga melahirkan sikap bagaimana kita menyelami hakikat dan pemaknaan cinta yang sejati, cinta kepada orang yang pantas untuk dicintai dan tentunya cinta kepada yang menciptakan Cinta.
By: Muhammad Aqib Malik
Sumber tulisan :
http://tegalbahari.com/mengenang-kembali-kisah-cinta-layla-majnun-%E2%80%9Cqais%E2%80%9D-tentang-ketulusan-yang-terdalam
http://tegalbahari.com/mengenang-kembali-kisah-cinta-layla-majnun-%E2%80%9Cqais%E2%80%9D-tentang-ketulusan-yang-terdalam
5 komentar:
Waw hakikatnya cinta majnun ke layla adalah cinta majnun kpda Allah SWT
Aku Majnun hanya kepada Layla. Tak ada yg lebih baik dan sebanding dengan berserah cinta.
Dariku sang gila teruntukMu keabadian
Inilah ungkapanku
*YogaVana
Hard Rock Hotel & Casino TulsaHard Rock Tulsa
Hard Rock Hotel & Casino 스포츠 벳 Tulsa is the ultimate destination for gaming 바카라그림 and entertainment, featuring more than 2600 electronic sc 벳 games, a popular 강원 랜드 앵벌이 music 무료 슬롯 머신 venue,
Posting Komentar